Jumat, 03 Agustus 2012

Medan dan Indonesia Juara DBD


Sejak tahun 1968 Indonesia telah terkenal sebagai jawara demam berdarah dengue (DBD). DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, saat itu ada 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %) Bermula hal itu nama Indonesia melambung tinggi pada jajaran ASEAN.

Penandatanganan Asean Dangue Day (ADD) bertujuan memperkuat kerjasama regional dan membangun komitmen upaya pengendalian DBD di negara-negara Asean. Selain Indonesia sebagai tuan rumah, penunjukkan Indonesia sebagai lead country, diharapkan pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara ASEAN lainnya.
Mengapa harus Indonesia yang menjadi tuan rumah? Setelah menoleh kebelakang ternyata keputusan akan Indonesia menjadi tuan rumah ASEAN Dengue Dayatau Hari Dengue se-ASEAN tak salah sasaran hal ini di karenakan Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2009 mencapai sekitar 150 ribu. Angka ini cenderung stabil pada tahun 2010, sehingga kasus DBD di Indonesia belum bisa dikatakan berkurang.
Serupa pada tingkat kematiannya, tidak banyak berubah dari 0,89 pada tahun 2009 menjadi 0,87 pada pada 2010. Ini berarti ada sekitar 1.420 korban tewas akibat DBD.dari data inilah Kementerian Kesehatan mengungkapkan Indonesia menjadi negara dengan jumlah pengidap demam berdarah dengue (DBD) tertinggi di ASEAN.
Fenomena ini dengan munculnya kasus Demam berdarah Dengue (DBD) di awal tahun 2012 ini tidak menutup kemungkinan angka ini akan semakin bertambah apalagi sudah ada daerah yang berstatus kejadian luar biasa (KLB).
Bila pemerintah tidaklah serius dalam hal menanggapi kasus DBD yang semakin mengancam ini ,kemungkinan besar Indonesia akan kembali mempertahankan jumlah penderita DBD Terbanyak di ASEAN.
Potensi penularan dapat terjadi karena mobilitas penduduk. Maka dari itu kesadaran Indonesia untuk membasmi DBD dengan cara bekerja sama dengan Negara lain terjadi melalui penandatanganan DBD.

Setahun sudah penandatanganan ADD tersebut, apakah komitmen untuk mengentaskan DBD telah tercipta?

Medan Juara DBD di Sumut

Bila di ASEAN, Indonesia menjadi juaranya, kini di Sumatera Utara, Medan menjadi peraih prestasi tertiinggi. Perbandingan penderita DBD di Kota Medan dengan kota-kota lain adalah 500:100. Angka 500 adalah adalah angka yang tinggi dengan tingkat kematian mencapai 87 orang.

Inilah keanehan bangsa ini, kasus DBD yang sempat menjadi kasus luar biasa (KLB), kenapa hanya ditonton saja? Dan sudah maksimalkah upaya dari Depatermen Kesehatan?

Besar kemungkinan penyuluhan yang dilaksanakan hanya sekedar program atau ceremony untuk menyelesaikan program. Korban ceremony yang tidak berbobot siapa? Masyarakat!
Jangan hanya kampanye slogan saja, apa hanya dengan kampanye iklan 3M (menutup, mengubur, menguras) maka penurunan terjadi. Apa arti penurunan data bila faktanya dilapangan masih banyak warga yang tewas akibat DBD.

Berdasarkan data yang dihimpun tahun 2010 dari Dinas Kesehatan Sumut warga yang paling banyak menderita DBD adalah Kota Medan dengan jumlah 580 penderita, lalu menyusul Pematang Siantar 197 orang dan Deli Serdang 169 orang.

Bila kita melihat jumlah tersebut, angka di atas sangat drastis dan tak dapat dipungkiri Medan dikatakan sebagai jawaran DBD di Sumut. Namun, apa juara kebobrokkan in akan terus dipertahankan?

Kita bisa melihat masih banyak nyawa yang direnggut akibat DBD. Pada tahun 2010, yang meninggal akibat DBD 87 orang, dan pada tahun 2011 ada 56 penderita meninggal dunia akibat DBD. Berdasarkan data, dari media cetak maupun elektronik yang bersumber dari dinas kesehatan setempat. Sejauh masih ada penderita DBD yang meninggal dunia, maka yang perlu dipertanyakan adalah bagaimanakah penyuluhan yang diberikan oleh dinas kesehatan.
Salah satu tradisi buruk yang di pelihara bangsa ini adalah ketika menghadapi satu permasalahan itu bukan dengan mempersiapkan diri untuk mencegah kemungkinan muncul maslah tersebut,melainkan menunggu terjadi barulah mengambil tindakan untuk pencegahan.Ironisnya tradisi seperti ini malah menginfeksi sestem penanggulangan demam berdarah dengue (DBD) dengan 3M Plus,lihatlah kalau ada suatu kasus barulah ramai-ramai mengkampanyekan 3M Plus itupun kalau demam berdarah dengue sudah menelan korban.

Apakah penyuluhan hanya sekedar 3M (menguras, menutup, menimbun). Bila ini masih dilakukan maka wajar saja bila DBD masih menjalar di Kota Medan. Dan slogan 3M ini telah menjadi slogan dinas kesehatan sejak tahun 80-an.
Anehnya Demam Berdarah Dengue (DBD) sudah banyak diketahui oleh petugas kesehatan dan bahkan masyarakat awam, namun kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi. Hemat penulis kejadian luar biasa (KLB) ini terjadi dikarenakan pemahaman tentang DBD dan cara pengendalian serta antisipasi pencegahannya masih sebatas retorika dan seremonial belaka.
Walaupun telah terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medical yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis dan pengobatan penyakit ke model sehat yang lebih holistik serta merupakan cara pandang atau pola pikir yang mengutamakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (aspek promotif) serta pencegahan penyakit (aspek preventif) tidak membawa angin segar bagi penangan DBD di tanah air,malah semuanya hanya sebatas pergeseran paradigma bukan diringi dengan tindakan.
Pergeseran paradigma dalam pelayanan kesehatan terjadi. Peranan petugas kesehatan terutama pada bidang promosi kesehatan dan tindakan pencegahan (preventif) lebih proaktif turun ke masyarakat secara terus menerus memberikan contoh dan meningakatkan pemahaman serta membagun rasa kepedulian masyarakat,agar masyarakat lebih mandiri dan turut aktif melakukan tindakan pencegahan.sehingga demam berdarah dengue (DBD) tidak menjadi momok yang menakutkan bagi bangsa ini,otomatis pula Indonesia tak perlu lagi menjadi negara yang menghuni klasmen puncak penderita demam berdarah dengue (DBD) di ASEAN.

Naskah ini pernah diterbitkan oleh Harian Analisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar