Senin, 28 Mei 2012

Pertemuan Pertama dengan Pak Atma


  
Suara pria yang mengenakan batik biru dongker terdengar besar. Bila dinilai dari suaranya pria yang ini seperti orang Medan kebanyakan yang terkenal dengan suara yang besar. Setiap ada orang yang menyapanya, pria yang sering disapa “Pak Atma” ini selama menyuguhkan kisah-kisah yang pernah ia alami. Cerita yang aktual.

Wartawan akan menjadi seorang yang senior bila ia mengalami banyak cerita dan menyajikannya serta mengemasnya dengan rapi dalam tulisannya.

Atmakusumah Astraatmadja adalah ketua dewan pers pertama (2000-2003). Setiap peristiwa yang berhubungan dengan dunia jurnalistik masih tersimpan rapi dalam ingatannya dan ia juga menyajikan pada pers mahasiswa dengan tutur yang teratur.

Saat pertama sekali aku menyapa pria bermahkota rambut putih ini, aku menjadi sangat tergugun, kisah yang aku tahu sedikit, ia mengetahui kisah tersebut lebih banyak dan kasus yang kami bahas selalu ia berikan solusi.

Ini kali pertamanya saya bertemu dengan Atmakusumah Astraatmadja. Ketika itu saya memulai pembicaan dan mengatakan bahwa membaca komentarnya di buku yang berjudul ‘A9ama Saya adalah Jurnalisme’ oleh Andreas Harsono.

“Oh ya, tentang apa itu?” tanya Atma.

“Itu pak, tentang wartawan Bersihar Lubis pak, wartawan yang dipenjara karena buat tulisan tentang jaksa.”

“Bersihar! Yang buat tulisan yang menyebut jaksa dungu.”

Ternyata, pembukaan untuk berbicara dengan Pak Atma dengan topik pemidanaan wartawan, karena karya tepat pagi ini. Aku pun mendengar cerita Pak Atma. Ia mengatakan bahwa wartawan jangan dipidana karena karyanya, kan sudah ada hak jawab, kolom surat pembaca. Ia mengatakan bahwa Bersihar dipenjara karena menghina pemerintah. Bersihar dikenakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 207.

Beliau juga bercerita tentang Negara di Timur Tengah yang menjadi kiblat Indonesia sekarang sedang dalam panas-panas. Timur tengah kini sedang menuntut kebebasan berpendapat, pluralisme dan meminta kesejahteraan ekonomi.

Usai bercerita tentang kondisi Timor Tengah yang sedang mengalami gejolak, Atmakusumah kembali bercerita tentang daerah yang pernah menjadi satu bagian dari Indonesia, yakni Timor-Timor. Timor-Timor kini lebih maju dalam hal dunia jurnalistik, karena negara tersebut pada Pasal 310-320 sudah tidak diberlakukan sebagai pidana. Akan tetapi perdata. Dengan denda atau ganti rugi proporsional.

Untuk pria seusia dia, Atmakusumah masih terlihat gagah dengan kemeja batik yang mengantung di tubuhnya. Pria yang berusia tujuh puluh empat tahun ini tidak jalan lamban seperti orangtua umumnya. Saat dia mengatakan usianya sudah mencapai 74 tahun, dalam benakku, seharusnya aku memanggil dia opung. Karena kini opungku yang berusia 75 tahun hanya bisa terbaring di tempat tidur dengan bantuan tongkat bila berjalan.

Lalu dia kembali bercerita tentang pertemuan UNESCO sewaktu di Australia pada 3 Mei 2010. Dijelaskannya, bahwa pertemuan itu menyerukan agar mendorong pendidikan jurnalisme sejak dini, mulai dari SMA. Selain memiliki ingatan yang kuat, ia juga memiliki selera humornya juga masih sangat kuat.

Ketika  saya, Pak Atma dan beberapa kru Teropong sedang berbincang dengannya, pembicaraan tersebut membuat kami tertawa bersama dan semakin seseorang umurnya semakin banyak, maka suaranya tawanya semakin membahana. Hahahaha….

Tas hitam yang dia bawa berisi kertas-kertas, mulai dari kertas yang berisi tulisan tangan, kertas hasil print computer yang tersusun padat ditasnya dan juga makalah. Dia sempat mengeluarkan buku dan beberapa lembar kertas notes penuh dengan tulisan tangan yang sudah dia berikan point-point untuk bahan ajarnya. Aku juga sempat melihat Pak Atma mengeluarkan satu kantung berwarna hitam, pada bagian bawah kantung tersebut ada liris-liris warna hijau dan merah yang khas, bila saya tidak salah bahan kainnya ini sangat tradisional, melihat dari lirisnya seperti ukiran antara daerah Batak dan Toraja.

Pak Atma merenggangkan tali kantung hitam dan mengeluarkan dua flasdisk. Flasdisk putih dengan pinggiran berwarna biru dia pilih dan putih yang lainnya ia masukkan kembali ke kantung hitam tersebut. Untuk pria seusianya, dia merupakan pria yang sangat teliti.

Saat aku melihat pria ini meletakkan tasnya di atas meja. Tasnya seperti 'bunting' dan aku sudah membayangkan pasti tas ini cukup berat. Namun, ia masih bersemangat meletakkan tali tas dibahunya lalu mengangkatnya.

Usai menyajikan seminar, dia juga bercerita bahwa dia tinggal di rumah bersama istrinya dan seorang cucunya. Pak Atma ingin menyenangkan istrinya dengan membawa oleh-oleh satu Kotak Bika Ambon untuk istrinya.

Ah…. So sweet…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar