Minggu, 11 Maret 2012

Wanita Berharga…


Bandar Setia,

Bapakku tadi rencananya mau menggunakan sepeda motor matic yang sering aku gunakan untuk pergi merantau selama setengah jam ke lokasi yang dekat dengan rumah. Namun saat aku dapur sedang mengopek udang dengan mamakku, tiba-tiba saja berteriak dan bernyanyi, ”Apa ini kenapa gak ada minyaknnya Nov! Udah sampai ke garis merah “E” pula lagi! Ini matic kalau udah mati, matilah kau!”

Lebih baik tak menjawab dan diam, kan memang sengaja aku kosongkan, karena kalau tangki bensin berisi, pasti ada aja jalan agar sepeda motor yang kusapa dengan Satria Baja Hitam pergi dari rumah.

Aku di dapur bersama mamakku mengopek udang yang tadi sore di beli mereka di daerah Lau Dendang. Setiap sorenya penjual ikan yang juga berprofesi sebagai nelayan kecil sering menjajakan ikan di pinggir jalan Lau Dendang.

Usai mengopek ikan, aku mencuci tangan dengan sabun, beranjak menuju kamar dan mengambil uang Rp. 5 ribu. Aku bersama Satria Baja Hitamku menuju warung Nainggolan, keluar dari kompleks perumahan. Warung itu hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumahku.

Usai membeli bensin, aku melihat wanita berambut lurus hitam sedang memeluk dan berbisik pada pria di atas sepeda motor yang hamper menurunkannya di pokok nangka. Konon, katanya pokok nangka itu ada yang punya loh…

Satria Baja Hitam dan aku sempat mendahului sepasang anak manusia itu. Lalu aku berjalan perlahan. Perlahan. Di depanku hanya ada sepeda ontel yang di kayuh oleh uwak yang mengenakan kemeja coklat bergaris vertikal. Dan akhirnya sepeda motor yang dibelakangku tadi mendahuluiku.

Aku mengenal wanita itu!

Dan aku tidak bergosip ya, ingat aku hanya ingin tahu saja. Pria yang membonceng wanita itu juga sempat memperlambat motornya dan menurunkan wanita yang ia bonceng tepat di depan rumahku. Ah…untunglah cirri-ciri dia tidak sama dengan cir fisikku. Dia berambut hitam terurai, berkulit putih dan tidak setinggiku. Kalau ciri-ciriku kalian pasti tahu dong…

Dalam hitungan detik sepasang anak manusia itu bernegosiasi dan melaju kembali. Pria berkemeja lengan pendek itu tak menurunkan wanita itu di depan rumahku. Untung aku yang lihat, jadi gosipnya tidak meleber. Tapi coba adikku melihat, pasti dia akan bercerita panjang kali lebar sama Mamakku dan ujung-ujungnya pasti merembet ke aku, selalu anak perempuan paling besar di rumah.

“Padahal rumah dia tidak jauh dari rumahku, namun kenapa ceweknya diturunkan di simpang-simpang jalan ya? Kalau laki-laki itu belum berani jumpai orang tua pacarnya, kenapa dia pacaran? Masa wanita diturunkan di pinggir jalan! Ah.. Tidak beres kali,” ucap benak sembari berteriak wanita adalah makhluk yang berharga.

Sampai di rumah, aku kembali mendengar celoteh bapakku. Ku akui dia orang yang gampang mengoceh, dia agak sedikit jabir daripada mamakku. Namun dia itu bapak yang luar biasa, tapi kali ini dia biasa ajalah,karena repetannya membuat aku pengen merepet balik.

Tapi, kalau bapakku pulang kerja, dia sering mengklakson dengan mulutnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar