Sejak tahun 1968 Indonesia telah terkenal sebagai
jawara demam berdarah dengue (DBD). DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya
pada tahun 1968, saat itu ada 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya
meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %) Bermula hal itu nama Indonesia
melambung tinggi pada jajaran ASEAN.
Penandatanganan
Asean Dangue Day (ADD) bertujuan memperkuat kerjasama regional dan membangun
komitmen upaya pengendalian DBD di negara-negara Asean. Selain Indonesia
sebagai tuan rumah, penunjukkan Indonesia sebagai lead country, diharapkan
pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia dapat menjadi contoh bagi
negara-negara ASEAN lainnya.
Mengapa harus Serupa pada tingkat kematiannya, tidak banyak berubah dari 0,89 pada tahun 2009 menjadi 0,87 pada pada 2010. Ini berarti ada sekitar 1.420 korban tewas akibat DBD.dari data inilah Kementerian Kesehatan mengungkapkan
Fenomena ini dengan munculnya kasus Demam berdarah Dengue (DBD) di awal tahun 2012 ini tidak menutup kemungkinan angka ini akan semakin bertambah apalagi sudah ada daerah yang berstatus kejadian luar biasa (KLB).
Bila pemerintah tidaklah serius dalam hal menanggapi kasus DBD yang semakin mengancam ini ,kemungkinan besar
Potensi
penularan dapat terjadi karena mobilitas penduduk. Maka dari itu kesadaran Indonesia
untuk membasmi DBD dengan cara bekerja sama dengan Negara lain terjadi melalui
penandatanganan DBD.
Setahun sudah penandatanganan ADD tersebut, apakah
komitmen untuk mengentaskan DBD telah tercipta?
Medan Juara DBD di
Sumut
Inilah keanehan bangsa ini, kasus
DBD yang sempat menjadi kasus luar biasa (KLB), kenapa hanya ditonton saja? Dan
sudah maksimalkah upaya dari Depatermen Kesehatan?
Besar kemungkinan penyuluhan yang
dilaksanakan hanya sekedar program atau ceremony untuk menyelesaikan program.
Korban ceremony yang tidak berbobot siapa? Masyarakat!
Jangan hanya kampanye slogan saja,
apa hanya dengan kampanye iklan 3M (menutup, mengubur, menguras) maka penurunan
terjadi. Apa arti penurunan data bila faktanya dilapangan masih banyak warga
yang tewas akibat DBD.
Berdasarkan data yang dihimpun
tahun 2010 dari Dinas Kesehatan Sumut warga yang paling banyak menderita DBD
adalah Kota Medan dengan jumlah 580 penderita, lalu menyusul Pematang Siantar
197 orang dan Deli Serdang 169 orang.
Bila kita melihat jumlah tersebut,
angka di atas sangat drastis dan tak dapat dipungkiri Medan dikatakan sebagai jawaran DBD di Sumut.
Namun, apa juara kebobrokkan in akan terus dipertahankan?
Kita bisa melihat masih banyak
nyawa yang direnggut akibat DBD. Pada tahun 2010, yang meninggal akibat DBD 87
orang, dan pada tahun 2011 ada 56 penderita meninggal dunia akibat DBD.
Berdasarkan data, dari media cetak maupun elektronik yang bersumber dari dinas
kesehatan setempat. Sejauh masih ada penderita DBD yang meninggal dunia, maka
yang perlu dipertanyakan adalah bagaimanakah penyuluhan yang diberikan oleh
dinas kesehatan.
Salah
satu tradisi buruk yang di pelihara bangsa ini adalah ketika menghadapi
satu permasalahan itu bukan dengan mempersiapkan diri untuk mencegah
kemungkinan muncul maslah tersebut,melainkan menunggu terjadi barulah mengambil
tindakan untuk pencegahan.Ironisnya tradisi seperti ini malah menginfeksi
sestem penanggulangan demam berdarah dengue (DBD) dengan 3M
Plus,lihatlah kalau ada suatu kasus barulah ramai-ramai mengkampanyekan 3M Plus
itupun kalau demam berdarah dengue sudah menelan korban.
Apakah penyuluhan hanya sekedar 3M (menguras,
menutup, menimbun). Bila ini masih dilakukan maka wajar saja bila DBD masih
menjalar di Kota Medan . Dan slogan 3M ini telah menjadi slogan
dinas kesehatan sejak tahun 80-an.
Anehnya
Demam Berdarah Dengue (DBD) sudah banyak diketahui oleh petugas kesehatan dan
bahkan masyarakat awam, namun kejadian luar biasa (KLB) masih sering
terjadi. Hemat penulis kejadian luar biasa (KLB) ini terjadi dikarenakan
pemahaman tentang DBD dan cara pengendalian serta antisipasi pencegahannya
masih sebatas retorika dan seremonial belaka.
Walaupun
telah terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari
model medical yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis dan pengobatan
penyakit ke model sehat yang lebih holistik serta merupakan cara pandang
atau pola pikir yang mengutamakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (aspek
promotif) serta pencegahan penyakit (aspek preventif) tidak membawa angin segar
bagi penangan DBD di tanah air,malah semuanya hanya sebatas pergeseran
paradigma bukan diringi dengan tindakan.
Pergeseran
paradigma dalam pelayanan kesehatan terjadi. Peranan petugas kesehatan terutama
pada bidang promosi kesehatan dan tindakan pencegahan (preventif) lebih
proaktif turun ke masyarakat secara terus menerus memberikan contoh dan
meningakatkan pemahaman serta membagun rasa kepedulian masyarakat,agar
masyarakat lebih mandiri dan turut aktif melakukan tindakan pencegahan.sehingga
demam berdarah dengue (DBD) tidak menjadi momok yang menakutkan bagi bangsa
ini,otomatis pula Indonesia tak perlu lagi menjadi negara yang menghuni
klasmen puncak penderita demam berdarah dengue (DBD) di ASEAN.
Naskah ini pernah diterbitkan oleh Harian Analisa.
Naskah ini pernah diterbitkan oleh Harian Analisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar