Suara magrib tahun ini mengingatkan aku akan masa-masa puasa
beberapa tahun silam. Masih jelas dalam ingatanku. Saat aku duduk di bangku
SMAN 1 Percut Sei Tuan. Itu sekitar tahun 2004. Tahun itu aku memutuskan untuk
berangkat ke kampong mamaku. Tigalingga namanya. Bila dari Sidikalang butuh
waktu satu jam untuk menjumpai Tigalingga.
Saat itu, sekolahku libur dari awal puasa hingga lebaran.
Ini bagiku liburan yang sangat panjang. Berangkat sendiri ke kampung adalah
cara yang paling praktis untuk menikmati liburan. Itu kali pertama kali aku
pulang kampung tanpa orangtua dan adik-adikku.
Silahturahmi ke rumah tulang-nantulang, tante, udak-nangudak
dan juga ke rumah opungku. Saat itu aku masih dapat bercakap-cakap dengan
opungboru dan opungdoliku di kampung. Walau sudah berumur sekitar 80an, namun
mereka masih bias memindahkan satu goni gabah dari teras ke dalam rumah.
Simalolong (mata) mereka juga masih dapat membaca tulisan pada Bible. Walau
kulit sudah keriput, tapi semangat dan cinta mereka tak pernah kusut.
Berjalan kaki ke ladang. Aku rasa 500 meter lebih itu ada
untuk mencapai ladang opung. Jauh nian. Keadaan sekitar, hamper semua rumah
terbuat dari papan, bilapun ada yang terbuat dari beton, itu hanya sebagian
aja. Pepohonan masih banyak.Tak ada kata lelah bagiku. Bayangkan aja, opungku
aja bisa jalan kaki samaku dan tak ada bilang lelah.
Pergi ke ladang durian, menabur abu di padi. Memungut durian
yang jatuh. Saat itu aku ke ladang bersama opungboru (nenek). Mencabut ubi
untuk makanan babi, lalu memasak makanan babi dan memberikan ke babi yang ada
di kandang.
Itulah kisah yang pernah aku jalani di tahun 2004.
***
Saat aku kuliah, pada semester tujuh (tepatnya tahun 2010)
aku menjalani masa PPL (praktek pengalaman lapangan). Itu adalah masa bulan
puasa yang aku lewatkan bersama siswa-siswaku yang duduk di bangku sekolah
dasar.
Mereka sangat lucu-lucu. Bocah ingusan, setiap kali jam
istirahat aku selalu merasakan aroma keringat anak-anak yang lucu-lucu. Kadang
ada yang bergaya menggoda, kadang ada yang berwajah bingung, terkadang juga ada
yang mengupil bahkan saat aku mengajar, aku sempat merasakan aroma kentut
siswaku dan semua siswaku saling tuding-menuding akibat aroma yang sangat
menyengat tersebut.
Aku hanya bisa tertawa dalam hati menyaksikan tingkah
siswaku. Maklum saja, karena mereka masih kelas II SD. Harus
banyak sabar menghadapi mereka. Aku pernah juga menghadapi siswa yang tiba-tiba
saja menjadi pendiam, duduk di bangku dengan wajah pucat. Lalu saat aku mendekat,
aku merasakan bau kotoran.
Astaga… Anak itu boker di dalam celananya… Wow…’selai
kacang’ menetes sampai ke betisnya.
Itu pengalaman yang sangat unik bagiku ketika mengajar di
bulan puasa.
Selanjutnya, pada tahun 2011, aku menjalani profesi yang berbeda.
Dan ini sangat bertolak belakang sekali dengan bidang ilmu yang aku jalani
selama duduk di bangku universitas. Namun, selama kuliah aku mendapatkan
pendidikan di luar kuliah melalui organisasi yang aku jalani di Pers Mahasiswa
Kreatif Unimed.
Setelah aku menjalani masa puasa di kampong, lalu menikmati
masa puasa bersama siswa-siswa SD yang lucu-lucu. Dan tahun 2011, aku menjalani
masa puasa bersama para kuli tinta. Bergerak kesana kesini untuk menjumpai
narasumber, berlomba dengan waktu, mendapat perintah dan berbagai informasi via
telepon dan SMS. Namun itu adalah kenikmati dan dinamisnya kehidupan.
Sampai saat ini aku tidak menyangka akan melewati masa-masa
itu dengan beragam kondisi, bermacam lokasi dan beranekaragam orang.
Lalu di tahun 2012 ini bagaimana aku menjalani puasa dengan
orang-orang disekitarku ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar