Suara
pria yang mengenakan batik biru dongker terdengar besar. Bila dinilai dari
suaranya pria yang ini seperti orang Medan
kebanyakan yang terkenal dengan suara yang besar. Setiap ada orang yang
menyapanya, pria yang sering disapa “Pak Atma” ini selama menyuguhkan
kisah-kisah yang pernah ia alami. Cerita yang aktual.
Wartawan
akan menjadi seorang yang senior bila ia mengalami banyak cerita dan
menyajikannya serta mengemasnya dengan rapi dalam tulisannya.
Atmakusumah
Astraatmadja adalah ketua dewan pers pertama (2000-2003). Setiap peristiwa yang
berhubungan dengan dunia jurnalistik masih tersimpan rapi dalam ingatannya dan
ia juga menyajikan pada pers mahasiswa dengan tutur yang teratur.
Saat
pertama sekali aku menyapa pria bermahkota rambut putih ini, aku menjadi sangat
tergugun, kisah yang aku tahu sedikit, ia mengetahui kisah tersebut lebih
banyak dan kasus yang kami bahas selalu ia berikan solusi.
Ini
kali pertamanya saya bertemu dengan Atmakusumah Astraatmadja. Ketika itu saya
memulai pembicaan dan mengatakan bahwa membaca komentarnya di buku yang
berjudul ‘A9ama Saya adalah Jurnalisme’ oleh Andreas Harsono.
“Oh
ya, tentang apa itu?” tanya Atma.
“Itu
pak, tentang wartawan Bersihar Lubis pak, wartawan yang dipenjara karena buat
tulisan tentang jaksa.”
“Bersihar!
Yang buat tulisan yang menyebut jaksa dungu.”
Ternyata,
pembukaan untuk berbicara dengan Pak Atma dengan topik pemidanaan wartawan, karena
karya tepat pagi ini. Aku pun mendengar cerita Pak Atma. Ia mengatakan bahwa
wartawan jangan dipidana karena karyanya, kan
sudah ada hak jawab, kolom surat
pembaca. Ia mengatakan bahwa Bersihar dipenjara karena menghina pemerintah.
Bersihar dikenakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 207.
Beliau
juga bercerita tentang Negara di Timur Tengah yang menjadi kiblat Indonesia
sekarang sedang dalam panas-panas. Timur tengah kini sedang menuntut kebebasan
berpendapat, pluralisme dan meminta kesejahteraan ekonomi.
Usai
bercerita tentang kondisi Timor Tengah yang sedang mengalami gejolak,
Atmakusumah kembali bercerita tentang daerah yang pernah menjadi satu bagian
dari Indonesia ,
yakni Timor-Timor. Timor-Timor kini lebih maju dalam hal dunia jurnalistik,
karena negara tersebut pada Pasal 310-320 sudah tidak diberlakukan sebagai
pidana. Akan tetapi perdata. Dengan denda atau ganti rugi proporsional.
Untuk
pria seusia dia, Atmakusumah masih terlihat gagah dengan kemeja batik yang
mengantung di tubuhnya. Pria yang berusia tujuh puluh empat tahun ini tidak
jalan lamban seperti orangtua umumnya. Saat dia mengatakan usianya sudah
mencapai 74 tahun, dalam benakku, seharusnya aku memanggil dia opung. Karena
kini opungku yang berusia 75 tahun hanya bisa terbaring di tempat tidur dengan
bantuan tongkat bila berjalan.
Lalu dia kembali bercerita tentang pertemuan UNESCO sewaktu di Australia pada 3 Mei 2010. Dijelaskannya, bahwa pertemuan itu menyerukan agar mendorong pendidikan jurnalisme sejak dini, mulai dari SMA. Selain memiliki ingatan yang kuat, ia juga memiliki selera
humornya juga masih sangat kuat.
Ketika
saya, Pak Atma dan beberapa kru Teropong sedang berbincang dengannya,
pembicaraan tersebut membuat kami tertawa bersama dan semakin seseorang umurnya
semakin banyak, maka suaranya tawanya semakin membahana. Hahahaha….
Tas
hitam yang dia bawa berisi kertas-kertas, mulai dari kertas yang berisi tulisan
tangan, kertas hasil print computer yang tersusun padat ditasnya dan juga
makalah. Dia sempat mengeluarkan buku dan beberapa lembar kertas notes penuh
dengan tulisan tangan yang sudah dia berikan point-point untuk bahan ajarnya.
Aku juga sempat melihat Pak Atma mengeluarkan satu kantung berwarna hitam, pada
bagian bawah kantung tersebut ada liris-liris warna hijau dan merah yang khas,
bila saya tidak salah bahan kainnya ini sangat tradisional, melihat dari
lirisnya seperti ukiran antara daerah Batak dan Toraja.
Pak
Atma merenggangkan tali kantung hitam dan mengeluarkan dua flasdisk. Flasdisk
putih dengan pinggiran berwarna biru dia pilih dan putih yang lainnya ia
masukkan kembali ke kantung hitam tersebut. Untuk pria seusianya, dia merupakan
pria yang sangat teliti.
Saat
aku melihat pria ini meletakkan tasnya di atas meja. Tasnya seperti 'bunting' dan
aku sudah membayangkan pasti tas ini cukup berat. Namun, ia masih bersemangat
meletakkan tali tas dibahunya lalu mengangkatnya.
Usai
menyajikan seminar, dia juga bercerita bahwa dia tinggal di rumah bersama
istrinya dan seorang cucunya. Pak Atma ingin menyenangkan istrinya dengan
membawa oleh-oleh satu Kotak Bika Ambon untuk istrinya.
Ah….
So sweet…